Sunday, May 29, 2016

Bunga

bunga sepatu

keindahan dan kecantikan pada tumbuhan terletak pada bunga bunga yang bermekaran di beberapa tangkai yang memiliki bakal bunga. Bunga pada tumbuhan memiliki peran yang penting. Karena, bunga adalah alat reproduksi seksual pada tumbuhan berbunga dan menjadi suatu wadah bertemunya gamet jantan dan gamet betina. Pada bunga terdapat alat organ reproduksi yaitu benang sari dan putik.warna pada bunga ber aneka ragam, guna warna pada bunga ialah sebagai penarik/pemikat serangga ataupun manusia. pada reproduksi bunga di bantu oleh serangga, angin, maupun manusia. Bunga dikatakan sempurna jika memiliki kelopak, putik, benang sari, tangkai bunga.

Saturday, May 28, 2016

Sel Sperma

Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari bahasa Yunani kuno: σπέρμα yang berarti benih, dan ζῷον yang berarti makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi laki-laki. Sel sperma akan membuahi ovum untuk membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio.
Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama dari laki-laki. Sel sperma memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Sel sperma manusia terdiri atas kepala yang berukuran 5 µm x 3 µm dan ekor sepanjang 50 µm. Sel sperma pertama kali diteliti oleh seorang murid dari Antonie van Leeuwenhoek tahun 1677.
Sperma berbentuk seperti kecebong, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu: kepala, leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti (nucleus). Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah. Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali bagian kepala.
Urutan pertumbuhan sperma (spermatogenesis) adalah sebagai berikut: spermatogonium (membelah 2), spermatosit pertama (membelah 2), spermatosit kedua (membelah 2), spermatid dan tumbuh menjadi spermatozoa (sperma).
Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus berlangsung sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kuantitasnya makin menurun dengan bertambahnya usia.
Menurut hasil penelitian yang diterbitkan American Journal of Obstetrics & Gynecology, pada Maret 2013, manusia menghasilkan sperma yang paling sehat itu umumnya pada musim dingin dan awal musim semi. Itu sebabnya, sembilan bulan kemudian atau pas musim gugur, banyak bayi dilahirkan

Thursday, May 26, 2016

Sel

sel adalah kumpulan materi paling sederhana yang dapat hidup dan merupakan unit penyusun semua makhluk hidup. Sel mampu melakukan semua aktivitas kehidupan dan sebagian besar reaksi kimia untuk mempertahankan kehidupan berlangsung di dalam sel. Kebanyakan makhluk hidup tersusun atas sel tunggal, atau disebut organisme uniseluler, misalnya bakteri dan amoeba. Makhluk hidup lainnya, termasuk tumbuhan, hewan, dan manusia, merupakan organisme multiseluler yang terdiri dari banyak tipe sel terspesialisasi dengan fungsinya masing-masing. Tubuh manusia, misalnya, tersusun atas lebih dari 10 sel. Namun, seluruh tubuh semua organisme berasal dari hasil pembelahan satu sel. Contohnya, tubuh bakteri berasal dari pembelahan sel bakteri induknya, sementara tubuh tikus berasal dari pembelahan sel telur induknya yang sudah dibuahi.
Sel-sel pada organisme multiseluler tidak akan bertahan lama jika masing-masing berdiri sendiri.Sel yang sama dikelompokkan menjadi jaringan, yang membangun organ dan kemudian sistem organ yang membentuk tubuh organisme tersebut. Contohnya, sel otot jantung membentuk jaringan otot jantung pada organ jantung yang merupakan bagian dari sistem organ peredaran darah pada tubuh manusia. Sementara itu, sel sendiri tersusun atas komponen-komponen yang disebut organel.
Sel terkecil yang dikenal manusia ialah bakteri Mycoplasma dengan diameter 0,0001 sampai 0,001 mm, sedangkan salah satu sel tunggal yang bisa dilihat dengan mata telanjang ialah telur ayam yang belum dibuahi. Akan tetapi, sebagian besar sel berdiameter antara 1 sampai 100 µm (0,001–0,1 mm) sehingga hanya bisa dilihat dengan mikroskop. Penemuan dan kajian awal tentang sel memperoleh kemajuan sejalan dengan penemuan dan penyempurnaan mikroskop pada abad ke-17. Robert Hooke pertama kali mendeskripsikan dan menamai sel pada tahun 1665 ketika ia mengamati suatu irisan gabus (kulit batang pohon ek) dengan mikroskop yang memiliki perbesaran 30 kali. Namun, teori sel sebagai unit kehidupan baru dirumuskan hampir dua abad setelah itu oleh Matthias Schleiden dan Theodor Schwann. Selanjutnya, sel dikaji dalam cabang biologi yang disebut biologi sel.

Hewan pemamah biak

Hewan pemamah biak adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang mencerna makanannya dalam dua langkah -> pertama dengan menelan bahan mentah, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan mengunyahnya lagi. Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik, harafiah: berperut banyak).
Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya.
Semua hewan yang termasuk subordo Ruminantia memamah biak, seperti:
 sapi, kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, dan kancil.
Ruminansia yang bukan tergolong subordo Ruminantia misalnya unta dan Kuda,walaupun bukan poligastrik, memiliki modifikasi pencernaan yang efisien pula.

Monday, May 23, 2016

Inersia



Inersia atau kelembaman adalah kecenderungan semua benda fisik untuk menolak perubahan terhadap keadaan geraknya. Prinsip inersia adalah salah satu dasar dari fisika klasik yang digunakan untuk memerikan gerakan benda dan pengaruh gaya yang dikenakan terhadap benda itu. Kata inersia berasal dari kata bahasa Latin, "iners", yang berarti lembam, atau malas. Isaac Newton mendefinisikan inersia sebagai:
"vis insita", atau gaya dalam materi, adalah daya untuk menahan, yang dengannya setiap benda berusaha untuk mempertahankan keadaannya saat itu, apakah diam, atau bergerak beraturan ke depan dalam garis lurus.
Dalam pemakaian umum orang juga dapat menggunakan istilah "inersia" untuk mengacu kepada "jumlah tahanan terhadap perubahan kecepatan" (yang dikuantifikasi sebagai massa), atau kadang-kadang juga terhadap momentumnya, tergantung terhadap konteks. Istilah "inersia" lebih baik dipahami sebagai istilah yang lebih pendek untuk "prinsip inersia" seperti yang dideskripsikan oleh Newton dalam hukum I Newton. Hukum ini, dinyatakan dengan singkat, mengatakan bahwa sebuah benda yang tidak dikenakan oleh gaya luar (gaya netto sama dengan nol) bergerak dengan kecepatan tetap. Dalam kata-kata yang lebih sederhana, suatu benda akan terus bergerak pada kecepatannya saat ini tanpa berubah arah, hingga ada gaya yang menyebabkannya mengubah kecepatan atau arahnya. Ini juga termasuk benda yang tidak bergerak (kecepatan = nol), yang akan tetap dalam keadaan diam sampai ada gaya yang menyebabkannya bergerak

Sunday, May 22, 2016

Daun


Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari ranting, biasanya berwarna hijau (mengandung klorofil) dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi dari cahaya matahari untuk fotosintesis. Daun merupakan organ penting bagi tumbuhan dalam melangsungkan hidupnya karena tumbuhan adalah organisme autotrof obligat, ia harus memasok kebutuhan energinya sendiri melalui konversi energi cahaya matahari menjadi energi kimia. Daun sempurna tersusun dari tiga bagian: pelepah, tangkai (petiolus) dan helai daun. Pelepah daun mendudukkan daun pada batang. Tangkai daun menghubungkan pelepah atau batang dengan helai daun. Helai daun merupakan bagian terpenting dari kebanyakan daun karena di sinilah fungsi utama daun sebagai organ fotosintetik paling dominan bekerja. Daun juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya pada kaktus) dan berakibat daun kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik.
Anatomi struktur daun 

Epidermis
Epidermis pada daun merupakan lapisan sel hidup terluar. Jaringan ini terbagi menjadi epidermis atas dan epidermis bawah, berfungsi melindungi jaringan yang terdapat di bawahnya.

Jaringan mesofil

Jaringan Tiang atau jaringan palisade, jaringan ini mengandung banyak kloroplas yang berfungsi dalam proses pembuatan makanan. Salah satu ciri-ciri jaringan ini adalah Sel-sel berbentuk silinder, dan tersusun rapat.

Jaringan bunga karang

Disebut juga jaringan spons karena lebih berongga bila dibandingkan dengan jaringan palisade, berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan.

Berkas pembuluh angkut

Terdiri dari xilem atau pembuluh kayu dan floem atau pembuluh tapis, pada tumbuhan dikotil keduanya dipisahkan oleh kambium.
Pada akar, Xilem berfungsi mengangkut air dan mineral menuju daun. Pada batang, xilem berfungsi sebagai sponsor penegak tumbuhan
Floem berfungsi mengedarkan hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan

Stomata

Stoma (jamak: stomata) berfungsi sebagai organ respirasi. Stoma mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis, mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Stoma ibarat hidung kita di mana stoma mengambil CO2 dari udara dan mengeluarkan O2, sedangkan hidung mengambil O2 dan mengeluarkan CO2. Stoma terletak di epidermis bawah. Selain stomata, tumbuhan tingkat tinggi juga bernapas melalui lentisel yang terletak pada batang.
Stomata merupakan struktur bukaan yang terdapat sel penjaga di sampingnya. Pada umumnya stomata terdapat di bawah permukaan daun, tetapi ada pula yang di atas maupun di bawah. Pada tumbuhan teratai, stomata hanya terletak di bagian atas. Tanaman air tidak memiliki stomata sama sekali, sedangkan tumbuhan rumput-rumputan memiliki stomata di atas maupun di bawah. Bentuk sel penjaga pada stomata tanaman dikotil seperti kacang dan berjumlah sepasang. Sel penjaga pada tanaman monokotil seperti rumput memiliki bentuk stomata yang memanjang. Pada stomata juga terdapat sistem miselasi radial, yaitu serat selulosa yang mengelilingi sel penjaga. Selolosa ini tidak elastis karena saat air diserap strukturnya tidak membesar, melainkan memanjang.

 

 

 

Dikotil


Tumbuhan berbiji belah (atau tumbuhan berkeping biji dua atau dikotil) adalah segolongan tumbuhan berbunga yang memiliki ciri khas yang sama: memiliki sepasang daun lembaga (kotiledon). Daun lembaga ini terbentuk sejak dalam tahap biji sehingga biji sebagian besar anggotanya bersifat mudah terbelah dua. Secara klasik, tumbuhan berbunga dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu tumbuhan berkeping biji dua dan tumbuhan berkeping biji tunggal (monokotil).
Ciri- ciri dikotil, antara lain:
  • berakar tunggang
  • Jumlah keping bijinya dua.
  • tulang daun dan bentuk sumsumnya menyirip / menjari.
  • terdapat kambium
  • Tidak memiliki tudung akar
  • kelopak bunganya  empat, lima, maupun kelipatannya

Tumbuhan dikotil memiliki beberapa suku, antara lain:
(a) Suku getah - getahan (Euphorbiaceae), apabila dilukai bagian tubuhnya akan mengeluarkan getah berwarna putih.
Contoh : Manihot utilissima (ketela pohon), Havea Brasiliensis (karet)
(b) Suku kacang - kacangan (Papilionaceace), cirinya mahkota bunga berbentuk kupu - kupu, buahnya polong dan sering ditemukan bintil akar.
Contoh : Arachis hypogaea (kacang tanah), Vigna sinensis (kacang panjang)
(c) Suku terung terungan (Solanaceae), cirinya bunga berbentuk bintang, terompet, buah buni /buah kotak dengan lapisan dalam berair atau berdaging.
Contoh : Solanum lycopersicum (tomat), Capsicum annum (cabai)

Puisi Muhammad Ainun Nadjib

ANTARA TIGA KOTA


Oleh :
Emha Ainun Najib

di yogya aku lelap tertidur
angin di sisiku mendengkur
seluruh kota pun bagai dalam kubur
pohon-pohon semua mengantuk
di sini kamu harus belajar berlatih
tetap hidup sambil mengantuk
kemanakah harus kuhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga ?
Jakrta menghardik nasibku
melecut menghantam pundakku
tiada ruang bagi diamku
matahari memelototiku
bising suaranya mencampakkanku
jatuh bergelut debu
kemanakah harus juhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga
surabaya seperti ditengahnya
tak tidur seperti kerbau tua
tak juga membelalakkan mata
tetapi di sana ada kasihku
yang hilang kembangnya
jika aku mendekatinya
kemanakah haru kuhadapkan muka
agar seimbang antara tidur dan jaga ?
Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO,
1997



BEGITU ENGKAU BERSUJUD
Oleh :
Emha Ainun Najib

Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika
bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
1987




DARI BENTANGAN LANGIT
Oleh :
Emha Ainun Najib

Dari bentangan langit yang semu
Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.
Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO,
1997





DITANYAKAN KEPADANYA
Oleh :
Emha Ainun Najib

Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri
Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta
Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka cerdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas
Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya sapakah penindas
Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan
Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia
Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai
Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia
Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar
Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia
Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin
Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah orang lemah perjuangan
Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
Adapun siapakah budak kepentingan pribadi
Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia
Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta
Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia
1988

Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 62 tahun) adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.


DOA SEHELAI DAUN KERING

Janganku suaraku, ya ‘Aziz
Sedangkan firmanMupun diabaikan
Jangankan ucapanku, ya Qawiy
Sedangkan ayatMupun disepelekan
Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah
Sedangkan kasih sayangMupun dibuang
Jangankan sapaanku, ya Matin
Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan
Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka
Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus
Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka
Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban
Betapa tidak wajar aku merasa berhak untuk mereka hormati
Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali
Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka sakiti
Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu
Sedangkan IbrahimMu dibakar
Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut
Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian
Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir
Wahai Jabbar Mutakabbir
Engkau Maha Agung dan aku kerdil
Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan
Engkau Maha Kuat dan aku lemah
Engkau Maha Kaya dan aku papa
Engkau Maha Suci dan aku kumuh
Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya
Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar
Rasul kekasihMu maíshum dan aku bergelimang hawaí
Nabi utusanmu terpelihara sedangkan aku terjerembab-jerembab
Wahai Mannan wahai Karim
Wahai Fattah wahai Halim
Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu
Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu
Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang dan pembelaanMu





IKRAR

Di dalam sinar-Mu
Segala soal dan wajah dunia
Tak menyebabkan apa-apa
Aku sendirilah yang menggerakkan laku
Atas nama-Mu
Kuambil siakp, total dan tuntas
maka getaranku
Adalah getaran-Mu
lenyap segala dimensi
baik dan buruk, kuat dan lemah
Keutuhan yang ada
Terpelihara dalam pasrah dan setia
Menangis dalam tertawa
Bersedih dalam gembira
Atau sebaliknya
tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu
Mulus dalam nilai satu
Kesadaran yang lebih tinggi
Mengatasi pikiran dan emosi
menetaplah, berbahagialah
Demi para tetangga
tetapi di dalam kamu kosong
Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan
Kugenggam kamu
Kau genggam aku
Jangan sentuh apapun
Yang menyebabkan noda
Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya
Berangkat ulang jengkal pertama





KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG

Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas ‘arasy sembilan puluh sembilan





KITA MASUKI PASAR RIBA

Kita pasar r iba
Medan perang keserakahan
Seperti ikan dalam air tenggelam
Tak bisa ambil jarak
Tak tahu langit
Ke kiri dosa ke kanan dusta
Bernapas air
Makan minum air
Darah riba mengalir
Kita masuki pasar riba
Menjual diri dan Tuhan
Untuk membeli hidup yang picisan
Telanjur jadi uang recehan
Dari putaran riba politik dan ekonomi
Sistem yang membunuh sebelum mati
Siapakah kita ?
Wajah tak menentu jenisnya
Tiap saat berganti nama
Tegantung kepentingannya apa
Tergantung rugi atu laba
Kita pilih kepada siapa tertawa





KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG

Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan
di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia
Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan
diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia,
yang teramat menyakitkan ini, denganmu
Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah
persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu
Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika
mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari
mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya,
kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku
Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang,
kupeluk,
kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan
lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah
batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,
kusumpal,
kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap,
kusayang-sayang.



MEMECAH MENGUTUHKAN

Kerja dan fungsi memecah manusia
Sujud sembahyang mengutuhkannya
Ego dan nafsu menumpas kehidupan
Oleh cinta nyawa dikembalikan
Lengan tanganmu tanggal sebelah
Karena siang hari politik yang gerah
Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu
Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu
Suami dan istri tak saling mengabdi
Tak mengalahkan atau memenangi
Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan
Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan
Kalau berpcu mempersaingkan hari esok
Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala
Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga
Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia



SEPENGGAL PUISI CAK NUN

sayang sayang kita tak tau kemana pergi
tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati
langkah kita mengabdi pada kepentingan nafsu sendiri
yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri
loyang disangka emas emasnya di buang buang
kita makin buta yang mana utara yang mana selatan
yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan
yang penting disepelekan yang sepele diutamakan
Allah Allah betapa busuk hidup kami
dan masih akan membusuk lagi
betapa gelap hari di depan kami
mohon ayomilah kami yang kecil ini

SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA

Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunyaa
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkannama Allah ta’ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
Masjid badan gmpang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah!




TAHAJJUD CINTAKU

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang
Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya

Puisi Ajip Rosidi

Ajip Rosidi (baca: Ayip Rosidi), (lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 31 Januari 1938; umur 78 tahun) adalah sastrawan Indonesia, penulis, budayawan, dosen, pendiri, dan redaktur beberapa penerbit, pendiri serta ketua Yayasan Kebudayaan Rancage. berikut beberapa puisi:


Warna


menyala warna membakar dada
hari-hari penuh bisa
waktu dihabisi mimpi-mimpi
bocah meningkat dewasa

tiga jalan pertemuan
dalam mengerti
dalam diri
menyerah ke mata nyalang

warna nyala dalam waktu dalam ruang
selama jarak masih ada
selama ia belum mengerti


Lagu Tanah Air

Adalah hijau pegunungan
Adalah biru lautan
Adalah hijau
Adalah biru
Langit dan hatiku
Adalah aku pucuk tatapan
Adalah pucuk
Adalah tatapan
Adalah pucuk senapan
Mengarah ke dadaku
Hijau pegunungan biru lautan
Tiadalah harapan adalah ketakutan
Hijau pegunungan biru lautan
Tiadalah ketentraman adalah ancaman
Adalah karena cintaku
Adalah karena kucinta
Langit merah jalan berdebu
Rumah punah jalan terbuka
 Bunga tumbuh mawar biru
Kembang wera kembang jayanti
Tanah yang kujejak rindu
Kan kurangkum dalam hati


Panorama Tanah Air

Di bawah langit yang sama
manusia macam dua : Yang diperah
dan setiap saat mesti rela
mengurbankan nyawa, bagai kerbau
yang kalau sudah tak bisa dipekerjakan, dihalau
ke pembantaian, tak boleh kendati menguak
atau cemeti’kan mendera;
dibedakan dari para dewa
malaikat pencabut nyawa, yang bertuhan
pada kemewahan dan nafsu
yang bagai lautan : Tak tentu dalam dan luasnya
menderu dan bergelombang
sepanjang masa
Di atas bumi yang sama
Manusia macam dua : Yang menyediakan tenaga
tak mengenal malam dan siang,
mendaki gunung, menuruni jurang
tak boleh mengenal sakit dan lelah
bagai rerongkong-rerongkong bernyawa selalu digiring
kalau bukan di kubur tak diperkenankan sejenak pun berbaring
dipisahkan dari manusia-manusia pilihan
yang mengangkat diri-sendiri dan menobatkan
ipar, mertua, saudara, menantu dan sahabat
menjadi orang-orang terhormat dan keramat
yang ludah serta keringatnya
memberi berkat
Di atas bumi yang kaya
manusia mendambakan hidup sejahtera
Di atas bumi yang diberkahi Tuhan
Manusia memimpikan keadilan..

HANYA DALAM PUISI

Dalam kereta api
Kubaca puisi: Willy dan
Mayakowsky
Namun kata-katamu
kudengar
Mengatasi derak-derik
deresi.

Kulempar pandang ke luar:
Sawah-sawah dan
gunung-gunung
Lalu sajak-sajak
tumbuh
Dari setiap bulir peluh
Para petani yang
terbungkuk sejak pagi

Melalui hari-hari keras dan sunyi.
Kutahu kau pun tahu:
Hidup terumbang-ambing antara langit
dan bumi
Adam terlempar dari surga
Lalu kian kemari
mencari Hawa.

Tidakkah telah menjadi takdir penyair
Mengetuk pintu demi pintu
Dan tak juga
ditemuinya: Ragi hati
Yang tak mau
Menyerah pada
situasi?

Dalam lembah
menataplah wajahmu
yang sabar.
Dari lembah
mengulurlah tanganmu
yang gemetar.
Dalam kereta api
Kubaca puisi: turihan-turihan hati
Yang dengan jari-jari
besi sang Waktu
Menentukan langkah-langkah Takdir:
Menjulur
Ke ruang mimpi yang kuatur
sia-sia.

Aku tahu.
Kau pun tahu. Dalam puisi
Semuanya jelas dan pasti.

Doa

Tuhan. Beri aku kekuatan
Menguasai diri sendiri, Kesunyian
dan Keserakahan. Beri aku petunjuk selalu
untuk memilih jalan-Mu, Keridoan Mu
Amin

Friday, May 20, 2016

Puisi Mustofa Bisri

KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944; umur 71 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.
Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair. berikut puisinya:

KAU INI BAGAIMANA ATAU AKU HARUS BAGAI MANA

Kau ini bagaimana?

Kau bilang Aku merdeka, Kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh Aku berpikir, Aku berpikir Kau tuduh Aku kapir

Aku harus bagaimana?

Kau bilang bergeraklah, Aku bergerak Kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, Aku diam saja Kau waspadai

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku pegang prinsip, Aku memegang prinsip Kau tuduh Aku kaku
Kau suruh Aku toleran Kau bilang Aku plin-plan

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh maju, Aku maju Kau srimpung kakiku
Kau suruh Aku bekerja, Aku bekerja Kau ganggu Aku

Kau ini bagaimana?

Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku Kau suruh berdisiplin, Kau menyontohkan yang lain

Aku harus bagaimana?

Kau bilang Tuhan sangat dekat, Kau sendiri memanggilnya dengan pengeras suara tiap saat
Kau bilang Kau suka damai, Kau ajak Aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh membangun, Aku membangun Kau merusaknya
Aku Kau suruh menabung, Aku menabung Kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku menggarap sawah, sawahku Kau tanami rumah-rumah
Kau bilang Aku harus punya rumah, Aku punya rumah Kau meratakannya dengan tanah

Kau ini bagaimana?

Aku Kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku Kau suruh bertanggung jawab, Kau sendiri terus berucap Wallahu a'lam bissawab

Kau ini bagaimana?

Kau suruh Aku jujur, Aku jujur Kau tipu Aku
Kau suruh Aku sabar, Aku sabar Kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana?

Aku Kau suruh memliihmu sebagai wakilmu, sudah kupilih Kau bertindak semaumu
Kau bilang Kau selalu memikirkanku, Aku sapa saja Kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana?

Kau bilang bicaralah, Aku bicara Kau bilang Aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, Aku bungkam Kau tuduh Aku apatis

Aku harus bagaimana?
Aku harus bagaimana?

Kau bilang kritiklah, Aku kritik Kau marah
Kau bilang cari alternatifnya, Aku kasih alternatif Kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana?

Aku bilang terserah Kau, Kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, Kau tak suka
Aku bilang terserah Aku, Kau memakiku

Kau ini bagaimana?
Aku harus bagaimana?

(K.H.A. Mustofa Bisri, 1987)


NEGERI KEKELUARGAAN

meski kalian tidak bersaksi
sejarah pasti akan mencatat dengan huruf-huruf besar
bukan karena inilah
negeri bagai zamrud yang amat indah
bukan karena inilah
negeri dengan kekayaan yang melimpah
dan rakyat paling ramah
tapi karena kalian telah membuatnya
menjadi negeri paling unik di dunia
kalian buat norma-norma sendiri yang unik
aturan-aturan sendiri yang unik
perilaku-perilaku sosial sendiri yang unik
budaya yang lain dari yang lain
kalian buat bangsa negeri ini
tampil beda dari bangsa-bangsa lain di muka bumi
kehidupan penuh makna kekeluargaan
yang harmonis, seragam dan serasi
dengan demokrasi keluarga
yang manis, rukun dan damai
dalam sistem negeri kekeluargaan
bapak sebagai kepala rumahtangga
memimpin dan mengatur segalanya
sampai akhir hayatnya
bagi kepentingan keluarganya
kepentingan keluarga adalah kepentingan semua
kepentingan keluarga adalah kepentingan bangsa dan negara
keluarga harus sejahtera
dan semua harus mensejahterakan keluarga
demi kesejahteraan dan kemakmuran keluarga
kepala keluarga nerhak menentukan
sispa-siapa termasuk keluarga
berhak memutuskan dan membatalkan keputusan
berhak mengatasnamakan siapa saja
berhak mengumumkan dan menyembunyikan apa saja
kepala keluarga demi keluarga
berhak atas laut dan dan udara
berhak atas air dan tanah
berhak atas sawah dan ladang
berhak atas hutan dan padang
berhak atas manuasia dan binatang
sejarah pasti akan menulis dengan huruf-huruf besar
bahwa di suatu kurun waktu yang lama
pernah ada negeri kekeluargaan
yang sukses membina dan mempertahankan
kemakmuran dan kebahagiaan keluarga
1997


NEGERI TEKA TEKI

jangan tanya, tebak saja
jangan tanya apa
jangan tanya siapa
jangan tanya mengapa
tebak saja
jangan tanya apa yang terjadi
apalagi apa yang ada di balik kejadian
karena disini yang ada memang
hanya kotak-kotak teka-teki silang
dan daftar pertanyaan-pertanyaan
jangan tanya mengapa
yang disana dimanjakan
yang disini dihinakan,
tebak saja
jangan tanya siapa
membunuh buruh dan wartawan
siapa merenggut nyawa
yang dimuliakan Tuhan
jangan tanya mengapa,
tebak saja
jangan tanya mengapa
yang disini selalu dibenarkan
yang disana selalu disalahkan
tebak saja
jangan tanya siapa
membakar hutan dan emosi rakyat
siapa melindungi penjahat keparat
jangan tanya mengapa,
tebak saja
jangan tanya mengapa
setiap kali terjadi kekeliruan
pertanggungjawabannya tak karuan
tebak saja
jangan tanya siapa
beternak kambing hitam
untuk setiap kali dikorbankan
tebak saja
jangan tanya siapa
membungkam kebenaran
dan menyembunyikan fakta
siapa menyuburkan kemunafikan dan dusta
jangan tanya mengapa
tebak saja
jangan tanya siapa
jangan tanya mengapa
jangan tanya apa-apa
tebak saja
rembang – oktober 1997


SAJAK ATAS NAMA

ada yang atas nama Tuhan melecehkan Tuhan
ada yang atas nama negara merampok negara
ada yang atas nama rakyat menindas rakyat
ada yang atas nama kemanusiaan memangsa manusia
ada yang atas nama keadilan meruntuhkan keadilan
ada yang atas nama persatuan merusak persatuan
ada yang atas nama perdamaian mengusik kedamaian
ada yang atas nama kemerdekaan memasung kemerdekaan
maka atas nama apa saja atau siapa saja
kirimkanlah laknat kalian
atau atas nama Ku
perangilah mereka dengan kasihsayang
rembang – agustus 1997


KAUM BERAGAMA NEGERI INI

Tuhan, lihatlah betapa kaum beragama negeri ini
mereka tak mau kalah dengan kaum beragama lain
di negeri-negeri lain,
demi mendapatkan ridha Mu
mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka
untuk berebut tempat terdekat di sisi Mu
mereka bahkan tega menyodok dan menikam
hamba-hamba Mu sendiri
demi memperoleh rahmat Mu
mereka memaafkan kesalahan
dan mendiamkan kemungkaran
bahkan mendukung kelaliman
untuk membuktikan keluhuran budi mereka
terhadap setanpun mereka tak pernah berburuk sangka
Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
mereka terus membuatkan Mu rumah-rumah mewah
di antara gedung-gedung kota
hingga tengah-tengah sawah
dengan kubah-kubah megah dan menara-menara menjulang
untuk meneriakkan nama Mu
menambah segan dan keder hamba-hamba kecil Mu
yang ingin sowan kepada Mu
nama Mu mereka nyanyikan dalam acara hiburan
hingga pesta agung kenegaraan
mereka merasa begitu dekat dengan Mu
hingga masing-masing merasa berhak mewakili Mu
yang memiliki kelebihan harta membuktikan
kedekatannya dengan harta yang Engkau berikan
yang memiliki kelebihan kekuasaan membuktikan
kedekatannya dengan kekuasaan yang Engkau limpahkan
yang memiliki kelebihan ilmu membuktikan
kedekatannya dengan ilmu yang Engkau karuniakan
mereka yang Engkau anugerahi kekuatan
seringkali bahkan merasa diri Engkau sendiri
mereka bukan saja ikut menentukan ibadah
tapi juga menetapkan siapa ke sorga siapa ke neraka
mereka sakralkan pendapat mereka
dan mereka akbarkan semua yang mereka lakukan
hingga takbir dan ikrar mereka
yang kosong bagai perut bedug
Allahu Akbar Walillahil Hamd
rembang – menjelang idul adha 1418 / 1998


REFORMASI TERUS MELAJU

api terus melalap kota dan hutan
bayi-bayi terus dikabarkan dibuang sembarangan
demam berdarah terus meminta korban
aktivis-aktivis terus dikabarkan hilang
perusahaan-perusahaan besar terus dibingungkan utang
menteri-menteri terus bernegosiasi dengan para pemilik piutang
bank-bank terus deg-degan
petinggi-petinggi negeri terus berusaha meyakinkan
negara-negara donor terus mempertimbangkan bantuan
ibu-ibu rumah tangga terus mengeluhkan harga bahan-bahan
toko-toko yang pintunya tak pro reformasi
terus jadi sasaran penjarahan
korupsi, kolusi dan nepotisme terus menjadi pembicaraan
pengamat terus mengkritik dan mempertanyakan
pakar-pakar terus berteori
mahasiswa terus berdemonstrasi
abri terus berjaga-jaga
politisi-politisi terus memasang kuda-kuda
ulama dan umara terus beristighatsah dan berdoa
modal dan moral terus terkikis
sembako dan kepercayaan terus menipis
harga-harga terus naik
rupiah yang dicintai terus melemah
orsospol-orsospol terus bengong
wakil-wakil rakyat terus tampak bloon
padahal pak harto sudah lengser keprabon
reformasi terus melaju
rembang – 1998


TEKA TEKI

binatang apa kira-kira
yang hendak membangun istana
untuk kita semua
?
1998


AKHIRNYA

akhirnya api keserakahan kalian
membakar hutan belukar dan dendam
asapnya menyesakkan napas
berjuta-juta manuasia
memedihkan mata mereka
akhirnya kalian harus memetik hasil
dari apa yang kalian ajarkan
ribuan orang kini telah pandai
meniru kalian menjarah apa saja
yang tersisa dari sehabis jarahan kalian
beberapa tokoh sudah pandai meniru kalian
menyembunyikan gombal kepentingan
dalam retorika yang dimanis-maniskan
akhirnya kalian harus membayar
kemerdekaan dan kedamaian
yang selama ini kalian curi dari kami
kepercayaan yang selama ini
kalian lecehkan
1998


KEMBALIKAN MAKNA PANCASILA

selama ini di depan kami
terus kalian singkat-singkat pancasila
karena kalian takut ketauan
sila-sila yang kalian maksud
sila-sila yang kalian anut
tidak sebagaimana yang kalian tatarkan
kepentingan-kepentingan sempit sesaat
telah terlalu jauh menyeret kalian
maka pancasila kalian pun selama ini adalah :
KESETANAN YANG MAHA PERKASA
KEBINATANGAN YANG DEGIL DAN BIADAB
PERSETERUAN INDONESIA
KEKUASAAN YANG DIPIMPIN OLEH MIKMAT KEPENTINGAN
DALAM KEKERABATAN / PERKAWANAN
KELALIMAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
dan sorga kamipun menjadi neraka
di depan dunia
ibu pertiwi menangis memilukan
merahputihnya di cabik-cabik
anak-anaknya sendiri bagai serigala
menjarah dan memperkosanya
o, gusti kebiadaban apa ini ?
o, azab apa ini ?
gusti,
sampai memohon ampun kepada Mu pun
kami tak berani lagi
1998


KINILAH SAATNYA BERTERUS TERANG

setelah sekian lama
kita dihimpit gelap kabut
ditindih rasa takut
setelah sekian lama
kita digoncang deru angin
setelah semua kata-kata
hanya menggumpal dalam dada
setelah semua merasa lara
kinilah saatnya berterus terang
jangan tutupi kebenaran
agar dunia tetap terang
jangan tutupi kesalahan
biar dada tetap lapang
kinilah saatnya berterus terang
jangan biarkan rasa takut
membuatmu menjadi munafik dan pengecut
cahaya kebenaran telah datang
kinilah saatnya berterus terang
marilah kita bicara laiknya saudara
jangan lagi kita biarkan
kepentingan merekayasa kita
menyumbat makna
tumpukan kata menyuburkan dendam
tumpukan keluhan meledakkan dada
dan akhirnya dendam membakar segalanya
kinilah saatnya berterus terang
setelah sekian lama
kita saling terkam bagai serigala
masihkah tersisa kemanusiaan kita ?
setelah sekian lama
kebencian antara kita membara
masihkan kita bersaudara ?
1998


GELOMBANG GELAP

gelombang gelap menyapu negeriku
memedihkan mata dan hatiku
siapa kalian menggiring gelap
atas panorama bumiku yang elok gemerlap
?
kenikmatan apa yang kalian cari
maka segala milik kami
kalian curi
hingga secercah harapan yang tersisa
pada kami
?
kalian bakar hutan dan dendam
hingga kobarannya sampai kini
tak kunjung padam
gelombang gelap menyapu negeriku
mengacaukan akal sehat
orang-orang waras
menghentikan kesibukan kerja para pekerja
merusuhkan belaian kasih sayang para penyayang
menjauhkan keakraban saudara dengan saudara
mengganggu keasyikan bermain bocah-bocah
mengusik kekhusukan para mukmin beribadah
gelombang gelap menyapu negeriku
Tuhan, ampunilah kami
yang tanpa sadar ikut memperpekat gelap
yang mereka giring kemari
dan datanglah kembali
dengan maha cahya Mu
1998


TAHTA

tahta dan singgasana tempatnya di istana
uang dan emas tempatnya di brankas
rumah dan sawah tempatnya di tanah
padi dan jagung tempatnya di lumbung
ternak dan kuda tunggang tempatnya di kandang
barang-barang tempatnya di gudang
jangan ditempatkan di hari !


DI LUAR HENING LANGIT

di luar hening langit meredam
ronta tangisku atas kehidupan penuh dendam
ketika nurani menagih janji
ketika kemerdekaan menuntut tanggung jawab
pada kekuasaan yang membantai kemanusiaan
pada kepemimpinan yang menyia-nyiakan kesetiaan
pada kekuatan yang memanfaatkan kesabaran
pada keserakahan yang menghina keadilan
ternyata angkara masih saja ikut bicara
o, hening langit
beri kami keindahan bulanmu
untuk menghias batin kami
beri kami cerah mentarimu
untuk mengusir awan gelap pikiran kami
beri kami hening bintang-bintang mu
untuk menerbitkan kearifan diri kami
o, hening langit
ajarilah kami meredam dendam
agar keadilan dan kebenaran sendiri tegak
bagai takdir yang tak tertolak
amin
1418


DOA

kami tak berani menatap langit
bumi yang terbaring
terus mengerang
menghisap air mata kami
( tapi tak menghilangkan, sayang
bahkan menambah dahaga )


SELAMA INI DI NEGERIMU

selama ini di negerimu
manuasia tak punya tempat
kecuali di pinggir-pinggir sejarah yang mampat
inilah negeri paling aneh
dimana keserakahan dimapankan
kekuasaan dikerucutkan
kemunafikan dibudayakan
telinga-telinga disumbat harta dan martabat
mulut-mulut dibungkam iming-iming dan ancaman
orang-orang penting yang berpesta setiap hari
membiarkan leher-leher mereka dijerat dasi
agar hanya bisa mengangguk dengan tegas
berpose dengan gagah
di depan kamera otomatis yang gagu
inilah negeri paling aneh
negeri adiluhung yang mengimpor
majikan asing dan sampah
negeri berbudaya yang mengekspor
babu-babu dan asap
negeri yang sangat sukses
menernakkan kambing hitam dan tikus-tikus
negeri yang akngkuh dengan utang-utang
yang tak terbayar
negeri teka-teki penuh misteri
selama ini di negeri mu
kebenaran ditaklukkan
oleh rasa takut dan ambisi
keadilan ditundukkan
oleh kekuasaan dan kepentingan
nurani dilumpuhkan
oleh nafsu dan angkara
selama ini di negeri mu
manusia hanya bisa
mengintip masalahnya dibicarakan
menghabiskan anggaran
oleh entah siapa
yang hanya berkepentingan
terhadap anggaran
dan dirinya sendiri
selama ini di negeri mu
anginpun menjadi badai
matahari bersembunyi
bulan dan bintang tenggelam
burung-burung mati
bunga-bunga layu sebelum berkembang
dan tembang menjadi sumbang
puisi menjadi tak indah lagi
yang tersisa tinggal doa
dalam rintihan
mereka yang tersia-sia
dan teraniaya
untunglah Allah Yang Maha Tahu
masih berkenan memberi waktu
kepadamu untuk memperbaiki negerimu
dari kampus-kampusmu yang terkucil
Ia mengirim burung-burung ababil
menghujani segala yang batil
dengan batu-batu membakar dari sijjil
dan pasukan bergajah abradah kerdil
bagai daun-daun dimakan ulat
beruntuhan menggigil
di negeri mu
kini telah menyingsing fajar peradaban baru
jangan tunggu, ambil posisi mu
proklamasikan kembali
kemerdekaan negeri mu
rembang, 1998


JADI APA LAGI

jadi apa lagi
yang bisa kita lakukan
bila mata sengaja dipejamkan
telinga sengaja ditulikan
nurani mati rasa
?
apalagi
yang bisa kita lakukan
bila kepentingan lepas dari kendali
hak lepas dari tanggung jawab
perilaku lepas dari rasa malu
pergaulan lepas dari persaudaraan
akal lepas dari budi
?
apalagi
yang bisa kita lakukan
bila pernyataan lepas dari kenyataan
janji lepas dari bukti
hukum lepas dari keadilan
kebijakan kepas dari kebijaksanaan
kekuasaan lepas dari koreksi
?
apalagi
yang bisa kita lakukan
bila kata kehilangan makna
kehidupan kehilangan sukma
manusia kehilangan kemanusiaannya
agama kehilangan Tuhan nya
?
apalagi, saudara
yang bisa
kita lakukan
?
Allah,
kalau saja itu semua
bukan kemurkaan dari Mu terhadap kami
kami tak peduli
rembang, awal dzulhijjah 1418 / 1998


RASANYA BARU KEMARIN
( Versi VI )

rasanya
baru kemarin bung karno dan bung hatta
atas nama kita menyiarkan dengan seksama
kemerdekaan kita di hadapan dunia
rasanya
gaung pekik merdeka kita
masih memantul-mantul
tidak hanya dari mulut-mulut jurkam pdi saja
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun lamanya
pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia
sudah banyak yang tiada
penerus-penerusnya sudah banyak yang berkuasa
atau berusaha
tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa
taruna-taruna sudah banyak yang jadi
petinggi negeri
mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi
sudah banyak yang jadi menteri
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad lamanya
negara sudah semakin kuat
rakyat sudah semakin terdaulat
pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju
semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak
yang tak kunjung maju
anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya
bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya
rasanya baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
kemajuan sudah menyeret dan mengurai
pelukan kasih banyak ibu-bapa
dari anak-anak kandung mereka
kemakmuran duniawi sudah menutup mata
banyak saudara terhadap saudaranya
daging sudah lebih tinggi harganya
dibanding ruh dan jiwa
tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya
dari bendera merah putih dan lambang garuda
pejuang marsinah sudah berkali-kali
kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar
preman-preman sejati sudah berkali-kali
diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar
rasanya
baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka
pahlawan-pahlawan idola bangsa
seperti diponegoro
imam bonjol dan sisingamangaraja
sudah dikalahkan oleh ksatria baja hitam
dan kura-kura ninja
banyak orang pandai sudah semakin linglung
banyak orang bodoh sudah semakin bingung
banyak orang kaya sudah semakin kekurangan
banyak orang miskin sudah semakin kecurangan
rasanya
baru kemarin
banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat
banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat
banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat
banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat
( hari ini ingin rasanya
aku bertanya kepada mereka semua
sudahkah kalian
benar-benar merdeka ? )
rasanya
baru kemarin
tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma
tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam
rasanya
baru kemarin
negeri zamrud katulistiwaku yang manis
sudah terbakar habis
dilalap krisis demi krisis
mereka yang kemarin menikmati pembangunan
sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban
mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri
sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri
rasanya baru kemarin
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka
mahasiswa-mahasiswa penjaga nurani
sudah kembali mendobrak tirani
para oportunis pun mulai bertampilan
berebut menjadi pahlawan
politisi-politisi pensiunan
sudah bangkit kembali
partai-partai politik sudah bermunculan
dalam reinkarnasi
rasanya
baru kemarin
tokoh-tokoh orde lama sudah banyak yang mulai menjelma
tokoh-tokoh orde baru sudah banyak yang mulai menyaru
rasanya
baru kemarin
pak harto sudah tidak menjadi tuhan lagi
bayang-bayangnya sudah berani persi sendiri
mester habibie sudah memberanikan diri
menjadi presiden transisi
bung harmoko sudah tak lagi
mengikuti petunjuk dan mendominasi televisi
gus dur muali siap madeg pandita
ustadz amin rais sudah siap jadi sang nata
mbak mega sudah mulai agak lega
mas surjadi sudah mulai jaga-jaga
( hari ini rasanya aku bertanya kepada mereka semua bagaimana rasanya merdeka )
rasanya baru kemarin
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
para jendral dan pejabat sudah saling mengadili
para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali
mereka kemarin yang dijarah
sudah mulai pandai meniru menjarah
mereka yang perlu direformasi
sudah mulai fasih meneriakkan reformasi
mereka yang kemarin dipaksa-paksa
sudah mulai berani mencoba memaksa
mereka yang kemarin dipojokkan
sudah mulai belajar memojokkan
rasanya baru kemarin
orangtuaku sudah lama pergi bertapa
anak-anakku sudah pergi berkelana
kakakku sudah menjadi politikus
aku sendiri sudah menjadi tikus
( hari ini
setelah lima puluh tiga tahun kita merdeka
ingin rasanya aku mengajak kembali
mereka semua yang kucinta
untuk mensyukuri lebih dalam lagi
rahmat kemerdekaan ini
dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani
diri sendiri
bagi merahmati sesama )
rasanya baru kemarin
ternyata sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka
( ingin rasanya
aku sekali lagi menguak angkasa
dengan pekik yang lebih perkasa :
merdeka ! )
8 Agustus 1998



SUJUD
Bagaimana kau hendak bersujud pasrah, sedang
Wajahmu yang bersih sumringah,
Keningmu yang mulia dan indah begitu pongah
Minta sajadah agar tak menyentuh tanah
Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak
Menyembah bapamu dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak,
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya lahan pemanjaan nafsu serakah dan tamak
Apakah kau lupa bahwa
tanah adalah bapa dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan
Tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang menuju keabadian
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Ratakan heningmuTanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agungAllah membelaimu dan
Terbanglah kekasih.

CINTAMU
 
bukankah aku sudah mengatakan kepadamu kemarilah
rengkuh aku dengan sepenuh jiwamu
datanglah aku akan berlari menyambutmu
tapi kau terus sibuk dengan dirimu
kalaupun datang kau hanya menciumi pintu rumahku
tanpa meski sekedar melongokku
kau hanya membayangkan dan menggambarkan diriku
lalu kau rayu aku dari kejauhan
kau merayu dan memujaku
bukan untuk mendapatkan cintaku
tapi sekedar memuaskan egomu
kau memarahi mereka
yang berusaha mendekatiku
seolah olah aku sudah menjadi kekasihmu
apakah karena kau cemburu buta
atau takut mereka lebih tulus mencintaiku
Pulanglah ke dirimuaku tak kemana mana


BILA KUTITIPKAN

Bila kutitipkan dukaku pada langit
Pastilah langit memanggil mendung

Bila kutitipkan resahku pada angin
Pastilah angin menyeru badai

Bila kutitipkan geramku pada laut
Pastilah laut menggiring gelombang

Bila kutitipkan dendamku pada gunung
Pastilah gunung meluapkan api. Tapi

Kan kusimpan sendiri mendung dukaku
Dalam langit dadaku

Kusimpan sendiri badai resahku
Dalam angin desahku

Kusimpan sendiri gelombang geramku
Dalam laut pahamku

Kusimpan sendiri.

Puisi Abdul Hadi Wiji Muthari

Prof. Dr. Abdul Hadi WM atau nama lengkapnya Abdul Hadi Wiji Muthari (lahir di Sumenep, 24 Juni 1946; umur 69 tahun) adalah salah satu sastrawan, budayawan dan ahli filsafat Indonesia. Ia dikenal melalui karya-karyanya yang bernafaskan sufistik, penelitian-penelitiannya dalam bidang kesusasteraan Melayu Nusantara dan pandangan-pandangannya tentang Islam dan pluralisme. berikut beberapa Puisi Abdul Hadi Wiji Muthari:

SAJAK SAMAR
Ada yang memisah kita, jam dinding ini
ada yang mengisah kita, bumi bisik-bisik ini
ada. Tapi tak ada kucium wangi kainmu sebelum pergi
tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri

MADURA
Angin pelan-pelan bertiup di pelabuhan kecil itu
ketika tiba, dengan langit, pohon, terik, kapal
dan sampan yang tenggelam di pintu cakrawala
Selamat pagi tanah kelahiran
Sebab aku tak menghitung untuk ke berapa kali
Kapan saat menebal pada waktu
Sebab aku tahu yang paling berat adalah rindu
Sangsi selalu melagukan hasrat dan impian-impian
Dan adakah yang lebih nikmat daripada bersahabat
dengan alam, dengan tanah kelahiran, dan
dengan kerja serta dengan kehidupan?
Aku akan mengatakan, tapi tidak untuk yang penghabisan:
Ketenangan Selat Kamal
adalah ketenangan hatiku
membuang pikiran dangkal
yang mengganggu sajakku
kurangkul tubuh alam
seperti mula kelahiran Adam
sedang sesudah mengembara
baiklah kita rahasiakan
dari perjalanan ini
aku membawa timbun puisi
bahwa aku selalu asyik mencari
keteduhan mimpi
kebiruan Selat Kamal
adalah kebiruan sajakku
dan terasa hidup makin kekal
sesudah memusnah rindu
bertemu segala milik dan hak
dalam cinta dan sajak
noktah-noktah berdebu di bersihkan
di kedua tangan
kuberi pula salam sayup
kepada pantai yang berbatas pasir
dan langit yang mulai redup
pada waktu sajak lahir
Kedangkalan Sungai Sampang
adalah kedangkalan hatiku
menimbang hidup terlalu gamang
dan di situ ketergesaan mengganggu
dan terlalu tamak
dengan kesempurnaan
dengan sesuatu yang bukan hak
dengan kejemuan
tetapi sekali saat tiba juga
pada suatu tempat
tanpa petunjuk siapa-siapa
asal kita bersempat
mengerti juga kenapa kiambang
bertaut sepanjang sungai
dengan belukar dan kembang-kembang
sebelum kita sampai ke dasar dan muaranya
Diamnya Sungai Sampang
adalah diamnya sajakku
sekali waktu banjir datang
sekali waktu airnya biru
dan bertetap tujuan
ke suatu muara
yang berasal dari suatu daerah pegunungan
untuk sumber pertama
Kerendahan Bukit Payudan
adalah kerendahan hatiku
menerima nasib dalam kehidupan
di atas kedua bahu
sesekali pernah kita
tidak tahu tentang kelahiran
dan bertakut menjadi tua
karena ancaman kematian
Keramahan Bukit Payudan
adalah keramahan sajakku
untuk mengerti kepastian
yang lebih keras dari batu
sesekali pernah kita
tidak tahu ke mana mengembara
kemudian muncul kembali di tanah kesayangan
dengan kehampaan di tangan
tak seorang menyambut datang
tak seorang menanti pulang
tak seorang menerima lapang
atau membacakan tembang-tembang
dan kesia-siaan begini
akan selalu kualami
namun tak selalu kusesali
sebab kubenam sebelum jadi
Keterpencilan desa Pasongsongan
adalah keterpencilan hatiku
sebelum memulai perjalanan
ke jauh kota dan pulau
tapi keabadian lautnya kini
telah mengembalikan cintaku
tanah yang pernah tersia sebelum dimengerti
dan ditinggalkan rasa kebanggaanku
dan sebagai anak manusia
sekali aku minta istirah mengembara
berhenti membuat puisi yang mendera
dan berhenti memikat dara-dara
sebab di sinilah tumpahnya
darah kita pertama
dan terakhir berhentinya
mengaliri nadinya

ANGIN: MENDESIR LAGI
Angin; mendesir lagi
Hampir mengantuk
Ada sepi
Berbisik di dahan-dahan pohon
Lagi tahu, gerimis turun
Di luar kamar yang tembaga
Di luar rongga kata
Engkau gemetar karena musim
Cemas dalam kata
Dan tahu: ada yang tiada
Bangkit di jendela
Dan mungkin: senja

GNOTI SEAUTON
Manusia bebas, ruhnya bagai
firman Tuhan, embun dalam cuaca putih
mencucinya
Manusia bebas, ruhnya berjalan
ke tempat-tempat jauh dan menemui para nabi dan orang suci
Di muka laut, ditemuinya batu karang
dan awan buruk
Manusia bebas, ruhnya bagai
rantai emas yang dibelenggu matahari dan waktu
Di tengah alam yang sempit: Nasib
menyesak jantung dan tenggorokan
dan menimbulkan batuk dan dahak kotor
di tengah alam yang sempit: Kita
mencari puncak kenikmatan
Manusia bebas, ruhnya mencari
bayang-bayang Tuhan
gambar binatang
perwujudan dewa-dewa
yang putus asa
Di gerbang kuil besar:
Ruh terbang dan tidak kembali

LAGU DALAM HUJAN
Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung
Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca
Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata
Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas
Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api
1970
EXODUS
Menyandang beban sunyi ini di sini
Menyandang beban salib ini di sini
Menyandang kehilangan
Yang seakan
Genderang mainan dipukul ombak
Di antara teluk dan pasir pantai
Serta senja yang menutup dinding laut ini
Kau mencari
Jejak nelayan
Nyiur tidak mendesir dan pelabuhan
Sudah jarang dikunjungi kapal-kapal
Menyandang sepi ini di sini
Menyandang kesal pikiran dan kekacauan ini
Menyandang mainan
Yang diberai ombak, senja, teluk dan pasir hitam
Seakan pecahan batu karang pada pantai yang legam
Kau mencari
Jejak nelayan
Nyiur tidak mendesir dan pelabuhan
Sudah jarang dikunjungi pelaut
Burung-burung pantai pergi, senja pergi
Tinggal genderang mainan ini
Berbunyi dan berbunyi juga
Dan betapa dekatnya sekarang
Hari haus dan lapar kita
Betapa dekatnya
1970
MALAM TELUK
Malam di teluk
menyuruk ke kelam
Bulan yang tinggal rusuk
padam keabuan
Ratusan gagak
Berteriak
Terbang menuju kota
Akankah nelayan kembali dari pelayaran panjang
Yang sia-sia? Dan kembali
Dengan wajah masai
Sebelum akhirnya badai
mengatup pantai?
Muara sempit
Dan kapal-kapal menyingkir pergi
Dan gonggong anjing
Mencari sisa sepi
Aku berjalan pada tepi
Pada batas
Mencari
Tak ada pelaut bisa datang
Dan nelayan bisa kembali
Aku terhempas di batu karang
Dan luka diri
1971
KADANG
Kadang begitu seringnya
ciuman letih pada bibirmu
menghabiskan tetes demi tetes airmatanya sendiri
dan kenangan lain yang lebih sedih mekar karenanya
Daging bagai retasan-retasan arang oleh api
tapi toh seakan abadi
Dan mereka yang menganggapnya tak abadi
karena cemas akan cintanya sendiri
Begitu diambilnya langkah: Ia seperti setangkai api
Pada sehelai kertas yang baru dituliskan
Seseorang atau entah rangkulan yang menggetarkan
mengambil getaran itu lagi
dan aku adalah getaran itu sendiri
1971
GERIMIS
I
Seribu gerimis menuliskan kemarau di jendela
Basah langit yang sampai melepaskan senja
Bersama gemuruh yang dilemparkan jarum jam, kata-kata
bermimpilah bunga-bunga menyusun kenangannya
dari percakapan terik dan hama
“Kau toreh bibirnya yang merkah,” kata hama
“Dan kuhisap isi jantungnya yang masih merah”
II
Kenapa ia tak terkulai
Dan masih bertahan juga
Dan bersenyum pada surya
yang mengunyah-ngunyah airmatanya
III
Untukku ingar itu pun senantiasa menyurat
Atau mimpi
Tapi angin masih saja menggigil
Mendesakkan pago
IV
Tuhan, kau hanya kabar dari keluh
V
Burung-burung pun
asing di sana
karena jarak dan bahasa
1971
NYANYIAN KABUT
Kabut biru semata. Biru. Ada cahaya berisik
helaan angin, lalu percakapan
Kunamakan senandungmu lengang, udara
Berangkat cuaca malam dan ke mana kata-kata
Dan dalam kabut bisik-bisikmu jelaga
Kadang kudengarkan itu sengau yang lepas
dari laringnya, kadang kudengarkan itu
lembar-lembar jatuh dari kenangannya
Kadang kudengarkan itu
doa shalat sebelum sujud diselesaikan
Dan seseorang bangun bagiku
menyalakan lampu sebelum malam
1971



DO’A UNTUK INDONESIA
Tidakkah sakal, negeriku? Muram dan liar
Negeri ombak
Laut yang diacuhkan musafir
karena tak tahu kapan badai keluar dari eraman
Negeri batu karang yang permai, kapal-kapal menjauhkan diri
Negeri burung-burung gagak\
Yang bertelur dan bersarang di muara sungai
Unggas-unggas sebagai datang dan pergi
Tapi entah untuk apa
Nelayan-nelayan tak tahu
Aku impikan sebuah tambang laogam
Langit di atasnya menyemburkan asap
Dan menciptakan awan yang jenaka
Bagai di badut dalam sandiwara
Dengan cangklong besar dan ocehan
Batuk-batuk keras
Seorang wartawan bisa berkata : Indonesia
Adalahberita-berita yang ditulis
Dalam bahasa yang kacau
Dalam huruf-huruf yang coklat muda
Dan undur dari bacaan mata
Di manakah ia kausimpan dalam dokumntasi dunia ?
Kincir-kincir angin itu
Seperti sayap-sayap merpati yang penyap
Dan menyebarkan lelap ke mana-mana
Sebagai pupuk bagi udaranya
Lihat sungai-sungainya, hutan-hutannya dan sawah-sawahnya
Ratusan gerobag melintasi jembatan yang belum selesai kaubikin
Kota-kotanya bertempat di sudut belakang peta dunia
Negeri ular sawah
Negeri ilalang-ilalang liar yang memang dibiarkan tumbuh subur
Tumpukan jerami basah
Minyak tanahnya disimpan dalamkayu-kakyu api bertumpuk
Dan bisa kau jadikan itu sebagai api unggun
Untuk persta-pesta barbar
Indonesia adalah buku yang sedang dikarang
Untuk tidak dibaca dan untuk tidak diterbitkan
Di kantor penerimaan tenaga kerja
Orang-orang sebagai deretan gerbong kereta
Yang mengepulakan asap dan debu dari kaki dan keningnya
Dan mulutnya ternganga
Tatkala bencana mendamprat perutnya
Berapa hutangmu di bank ? Di kantor penenaman modal asing ?
Di dekat jembatantua
malaikat-malaikat yang celaka
Melagu panjang
Dan lagunya tidak berarti apa-apa
Dan akan pergi ke mana hewan-hewan malam yangterbang jauh
Akan menjenguk gua mana, akan berteduh di rimba raya mana ?
Ratusan gagak berisik menuju kota
Menjalin keribuan di alun-alun, di tiap tikungan jalan
Puluhan orang bergembira
Di atas bayangan mayat yang berjalan
Memasuki toko dan pasar
Di mana dipamerkan barang-barang kerajinan perak
Dan emas tiruan
Indonesia adalah kantor penampungan para penganggur
yang atapnya bocor dan administrasinya kacau
Dijaga oleh anjing-anjing yang malas dan mengantuk
Indonesia adalah sebuah kamus
Yang perbendaharaan kata-katanya ruwet
Dibolak-balik, digeletakkan, diambil lagi, dibaca, dibolak-balik
Sampai mata menjadi bengkak
Kata kerja, kata seru, kata bilangan, kata benda, kata ulang,
kata sifat
Kata sambung dan kata mejemuk masuk ke dalam mimpimu
Di mana kamus itu kau pergunakan di sekolah-sekolah dunia ?
Di manakah kamus itu kaujual di pasaran dunia ?
Berisik lagi, berisiklagi :
Gerbong-gerbong kereta
membawa penumpang yang penuh sesak
dan orang-orang itu pada memandang ke sorga
Dengan matanya yang putus asa dan berkilat :
Tuhanku, mengapa kaubiarkan ular-ular yang lapar ini
Melata di bumi merusaki hutan-hutan
Dan kebun-kebunmu yang indah permai
Mengapa kaubiarkan mereka ……….
Negeri ombak
Badai mengeram di teluk
Unggas-unggas bagai datang dan pergi
Tapi entah untuk apa
Nelayan-nelayan tak tahu
1971
FRAGMEN
Belumkah ada lindap sebelum
kau kembali ke kamar
yang suram dan kutandai musik beku?
Bayangan itu jadi gerimis
dan meleleh di kebon rumah yang gelap
Aku jadi garang pada malam seperti itu
dan ingin kukecup bibirmu semutlak mungkin
seperti juga hujan di padang-padang
dengan ringkik kuda yang memburu mega terbit
Rampungkan sepimu dan matangkan dagingmu
sampai jadi lengkap perjalanan kita nanti
pelancongan menuju dunia tanpa penyesalan
hingga pada suatu hari nanti
aku tak lagi bermimpi
tentang gua di rimba perburuan itu
1971
SAJAK PUTIH
Kita telah menjadi sekedar kenangan
lembaran asing pada buku harian
seperti tak pernah kautuliskan
peristiwa itu
Bunga-bunga sudah berguguran
tangkai dan kelopaknya
Pohon-pohon kering
Dan jendela jadi kusam
Seperti senja bakal tenggelam
Dan Titi telah semakin tua
meninggalkan masa kanak-kanaknya
Seakan cairan lilin
yang mengental
jadi malam
Dan masa-masa cintamu
hanyalah onggokan
puntung rokok
di lantai
yang dingin
Dan dengan pot-pot bunga
betapa asingnya
Kita
1971
SEHABIS HUJAN KECIL
Retakan hujan yang tadi jatuh, berkilau
Pada kelopak kembang yang memerah
Antara batu-batu hening merenungi air kolam
Angin bercakap-cakap, sehelai daun terperanjat dan lepas
1972
MEDITASI
Itulah bidadari Cina itu, dengan seekor kilin
dan menyeret kainnya basah: menggigil dalam kuil
(daun-daun salam berguguran dan di beranda
masih terdengar suara hujan, hujan pasir) Ia
menunjukkan yin-yang yang kabur di atas pintu
dan di mataku terasa hembusan angin yang merabunkan
(lihatlah, ujarmu, ia mengajak kita ke tempat sepi
di mana berdiri sebuah makam kaisar yang mati
dalam pertempuran merebut kota dari desa) Angin
berlarian menghamburkan bau-bauan dari tangan
perempuan-perempuan yang wangi dan kedinginan
di atas gapura yin-yang yang mulai memuat lumut
dengan tulisan-tulisan tua yang tak terbaca sudah
(langit adalah bayang-bayang, kau menyesal
telah memimpikannya; dan di sebelahnya
berdiri gedung, beribu sungai dan tebing gunung
yang terbuat dari batu, anggur dan lempung
yang kini menampakkan bintang kemukus yang panjang)
Itulah bidadari Cina itu dan mendekat ke arahmu
memandang dinding dan bertelanjang di sofa, tapi tak mengerti
(ia membeku jadi arca, waktu tentara kaisar mulai
membangun kota di langit) dan beribu mantra
memenuhi telinganya yang tuli
1972
EPISODE
Ombak-ombak ini tidak perih, tidak enggan
merendam ketam-ketam, sinar keong
Pun tidak percuma menungging awam
yang kadang kala murung dekat pencakar
Lentera-lentera kapal yang merah keabuan
kadang seperti mata kanak-kanak
yang melahirkan dongengan (malam
menyebrangi selat dan) melemparkan
biji-biji anggrek di sana
Dan kadang: antara kelam, tidur aku!
Perahu-perahu yang dulu membawamu itu
dalam pelayaran panjang dan telah balik lagi
dengan layar-layar dari dukaku yang pulang
enggan
1973
LAUT
Dan aku pun memandang ke laut yang bangkit ke arahku
selalu kudengar selamat paginya dengan ombak berbuncah-buncah
dan selamat pagi laut kataku pula, siapa bersamamu menyanyi setiap malam
menyanyikan yang tak ada atau pagi atau senja? atau kata-kata
laut menyanyi lagi, laut mendengar semua yang kubisikkan padanya perlahan-lahan
selamat pagi laut kataku dan laut pun tersenyum, selamat pagi katanya
suaranya kedengaran seperti angin yang berembus di rambutku, igauan waktu di ubun-ubun
dan di atas sana hanya bayang-bayang dari sinar matahari yang kuning keperak-perakan
dan alun yang berbincang-bincang dengan pasir, tiram, lokan dan rumput-rumput di atas karang
dan burung-burung bebas itu di udara bagai pandang asing kami yang lupa
selamat pagi laut kataku dan selamat pagi katanya tertawa-tawa
kemudian bagai sepasang kakek dan nenek yang sudah lama bercinta kami pun terdiam
kami pun diam oleh tulang belulang kami dan suara sedih kami yang saling geser dan terkam menerkam
kalau maut suatu kali mau mengeringkan tubuh kami biarlah kering juga air mata kami
atau bisikan ini yang senantiasa merisaukan engkau: siapakah di antara kami
yang paling luas dan dalam, air kebalaunya atau hati kami tempat kabut dan sinar selam menyelam?
Tapi laut selalu setia tak pernah bertanya, ia selalu tersenyum dan bangkit ke arahku
laut melemparkan aku ke pantai dan aku melemparkan laut ke batu-batu karang
andai di sana ada perempuan telanjang atau kanak-kanak atau saatmu dipulangkan petang
laut tertawa padaku, selamat malam katanya dan aku pun ketawa pada laut, selamat malam kataku
dan atas selamat malam kami langit tergunang-guncang dan jatuh ke cakrawala senja
begitulah tak ada sebenarnya kami tawakan dan percakapkan kecuali sebuah sajak lama:
aku cinta pada laut, laut cinta padaku dan cinta kami seperti kata-kata dan hati yang mengucapkannya
1973
KUSEBUT
Kusebut kata-kata engganmu detik jam
Gemersik berat dihela jarumnya
Senandungmu mengalun bagai desau angin ribut
jatuh ke pelimbahan air perlahan-lahan
Kabut yang senantiasa berjkalan dari dinding ke dinding
membalik-balik beribu percakapan
dan didapatkannya nama-nama asing yang tak ada orangnya
Kabut yang mengatakan sebuah luka
Yang meluas dan mengendap jadi palung di dada
dan palung itu mengisap jantung kita
Dan malam yang senantiasa berdiri di luar
berdiri berjaga mendengarkan yang bakal tak sampai
Dan bayang-bayang terangnya di bawah lampu
bernyanyi gelisah melalui gang yang satu ke gang yang lainnya
1973
CINTA
Cinta serupa laut
selalu ia terikat pada arus
Setiap kali ombak bertarung
Seperti tutur kata dalam hatimu
Sebelum mendapat bibir yang mengucapkanya
Angin kencang datang dari jiwa
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang
Dan menyelimutinya dengan kegelapan
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyianpun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Kau disampingku
Aku disampingmu
Kata -kata adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan
Adalah kalbu yang saling memandang
LARUT MALAM, HAMBURG MUSIM PANAS
Laut tidur. Langit basah
Seakan dalam kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri
Dan kita hampir jauh berjalan:
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dalam kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh
Atau kata-kata yang tak pernah
sebebas tubuh
Ketika terbujur cakrawala itu kembali
dan kita serasa sampai, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh
1974
WINTER, IOWA 1974
langit sisik yang serbuk, matahari yang rabun
menarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupu
menarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurun
menarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku
1974
RAMA-RAMA
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat
1974
DINI HARI MUSIM SEMI
Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup –
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan
Tapi antara gelap dan terang, ada dan tiada
Waktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi
-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin yang mengiba
harus memakan beratus-ratus masa lampauku
BAYANG-BAYANG
Mungkin kau tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu mondar mandir
mencari-cari bentuk dan namanya
yang tak pernah ada
1974
DALAM GELAP
Dalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggu
di sebuah tempat
Mereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakat
menghadapi terang yang kurang baik perangainya
Karena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geserkan dirinya dan ruang untuk menipu terang
Dan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil menciptakan gelap dengan bayang-bayangnya dari sinar terang
1974
MAUT DAN WAKTU
Kata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara
merdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanya
Tidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh membujukmu
memberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang
1974
AKU BERIKAN
Aku berikan seutas rambut padamu untuk kenangan
tapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah musim panas
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat
Mengapa jejak selalu nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat
Aku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakar
tapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lengan
Ini musim atau akhir musim panas aku tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu
Maka kujadikan hari esokku rumah
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa
1974
AMSAL SEEKOR KUCING
Selalu tak dapat kulihat kau dengan jelas
Padahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursi
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati
Biarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkan
bertemu bagai dua mulut yang lagi berciuman
Dan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan
1975
LA CONDITION HUMAINE
Di dalam hutan nenek moyangku
Aku hanya sebatang pohon mangga
-- tidak berbuah tidak berdaun –
Ayahku berkata, “Tanah tempat kau tumbuh
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnya
Dan kadang malam-malam
tanpa sepengetahuan istriku
aku pun mencuri dan makan buah-buahan
dari pohon anakku yang belum masak
1975

ANAK
Anak ingin menangkap gelombang
rambutnya memutih seketika
Ia mengerti laut dalam
tapi tak tahu di mana suaranya terpendam
Ketika angin berhembus
bahkan dahan-dahan pun diam
Ketika air surut
bahkan pasang pun tak karam
Ketika tidur merenggut
di langit tak sebutir bintang
1975
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Tuhan,
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan,
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan,
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
kini aku nyala
dalam lampu padammu
1976
BAHKAN
Bahkan jarum jam pun hanya mengulang
andai detiknya bukan kejemuan, kau tangkap
keluh bumi seperti anak yang tak habis berharap
dan mata kecilnya yang gelisah
memandang laut hanya dunia garam dan ikan-ikan
Bayang-bayangmu juga
yang susut karena lampu di pelupukmu padam
Lebih menjemukan dari rembang petang
Tapi berangkatlah!
Di seberang gelombang mungkin udara terang
1976
IN MEMORIAM AMIR HAMZAH
Keranjang itu masih menatap. Tahun mau berbunga
Tapi langit berangkat kemarau di jendela
Tanganmu: Mulut yang mengucapkan kebenaran ombak
Tapi pendayung-pendayung datang terlambat
Kita jenguk ke air. Obor itu menyalakan malam
Angin itu angin kita. Tapi tak menghembus sampai senja
            lain tiba.
1976
BATIMURUNG I
Tubuhmu membuat air di jeram ini berterjunan
lagi
lebih gemuruh kini melemparkan rusukku
ke tebing-tebing gunung
Aku terbangun
seperti kupu dari pompongnya
Perih
karena kelahiran
Tapi sumber-sumber yang kutemukan
dari sanalah kata memancurkan sajak dan mantra
Ladang-ladang yang kau gemburkan
kutanam di sana segala jenis padi dan buah-buahan
Penat kini kupikul hasil panennya
berupa rindu dan cinta
berupa gelisah dan luka
Seperti lama dulu
kupapar lagi jiwaku dalam madu di atas bara
1977
MIMPI
Aneh, tiap mimpi membuka kelopak mimpi yang lain,
berlapis-lapis mimpi,
tiada dinding dan tirai akhir,
hingga kau semakin jauh dan semakin dalam
tersembunyi dalam ratusan tirai rahasia
membiarkan aku asing pada wujud
hampa dan wajah sendiri.
Kudatangi kemudian pintu-pintu awan, nadi-nadi
cahaya dan kegelapan, rimba sepi dan kejadian
-- di jalan-jalannya,
di gedung-gedungnya kucari sosok bayangku
yang hilang dalam kegaduhan.
Tetap, yang fana mengulangi kesombongan dan keangkuhannya
dan berkemas pergi entah ke mana gelisah,
asing memasuki rumah sendiri menjejakkan kaki,
bergumul benda-benda ganjil yang tak pernah dikenal,
menulis sajak, menemukan mimpi yang lain lagi berlapis-lapis mimpi,
tiada dinding akhir sebelum menjumpai-Mu.
(1981-1992)
KETIKA MASIH BOCAH
Ketika masih bocah, rumahku di tepi laut
Bila pagi pulang dari perjalanan jauhnya
Menghalau malam dan bayang-bayangnya, setiap kali
Kulihat matahari menghamburkan sinarnya
Seraya menertawakan gelombang
Yang hilir mudik di antara kekosongan
Sebab itu aku selalu riang
Bermendung atau berawan, udara tetap terang
Setiap butir pasir buku pelajaran bagiku
Kusaksikan semesta di dalam
Dan keluasan mendekapku seperti seorang ibu
Batang kayu untuk perahu masih lembut tapi kuat
Kuhadapkan senantiasa jendelaku ke wajah kebebasan
Aku tak tahu mengapa aku tak takut pada bahaya
Duri dan kepedihan kukenal
Melalui kakiku sendiri yang telanjang
Arus begitu akrab denganku
Selalu ada tempat bernaung jika udara panas
Dan angin bertiup kencang
Tak banyak yang mesti dicemaskan
Oleh hati yang selalu terjaga
Pulau begitu luas dan jalan lebar
Seperti kepercayaan
Dan kukenal tangan pengasih Tuhan
Seperti kukenal getaran yang bangkit
Di hatiku sendiri
KEMBALI TAK ADA SAHUTAN DISANA
Kembali tak ada sahutan di sana
Ruang itu bisu sejak lama dan kami gedor terus pintu-pintunya
Hingga runtuh dan berderak menimpa tahun-tahun
penuh kebohongan dan teror yang tak henti-hentinya
Hingga kami tak bisa tinggal lagi di sana memerah keputusasaan dan cuaca
Demikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itu dan mulai bercerai-berai
Lari dari kehancuran yang satu ke kehancuran lainnya
Bertikai memperebutkan yang tak pernah pasti dan ada
Dari generasi ke generasi
Menenggelamkan rumah sendiri ribut tak henti-henti
Hingga kautanyakan lagi padaku
Penduduk negeri damai macam apa kami ini
raja-raja datang dan pergi seperti sambaran kilat dan api
Dan kami bangun kota kami dari beribu mati.
Tinggi gedung-gedungnya di atas jurang dan tumpukan belulang
Dan yang takut mendirikan menara sendiri membusuk bersama sepi
Demikian kami tinggalkan janji-janji gemerlap itu
dan matahari 'kan lama terbit lagi
  
DALAM PASANG
Dan pasang apalagikah yang akan mengenyahkan kita, kegaduhan apa lagi?
Sekarat dan terbakar sudah kita oleh tahun-tahun penuh pertikaian,
ketakutan dan perang saudara
Terpelanting dari kebuntuan yang satu ke kebuntuan lainnya
Tapi tetap saja kita membisu atau berserakan
Menunggu ketakpastian
Telah mereka hancurkan rumah harapan kita
Telah mereka campakkan jendela keluh dan ratap kita
Hingga tak ada yang mesti kuceritakan padamu lagi
tentang laut itu di sana, yang naik dan menarik ketenteraman ke tepi
Kecuali serpih matahari dalam genggam kesia-siaan ini
yang bisa menghanguskan kota ini lagi
- Raja-raja dan kediaman mereka yang bertangan besi
Kecuali segala bual dan pidato kumal yang berapi-api
Antara kepedihan bila kesengsaraan dan lapar tak tertahankan lagi
Kita adalah penduduk negeri yang penuh kesempatan dan mimpi
Tapi tak pernah lagi punya kesempatan dan mimpi
Kita adalah penduduk negeri yang penuh pemimpin
Tapi tak seorang pun kita temukan dapat memimpin
Kita....
BARAT DAN TIMUR
Barat dan Timur adalah guruku Muslim, Hindu, Kristen, Buddha,
Pengikut Zen dan Tao
Semua adalah guruku
Kupelajari dari semua orang saleh dan pemberani
Rahasia cinta, rahasia bara menjadi api menyala
Dan tikar sembahyang sebagai pelana menuju arasy-Nya
Ya, semua adalah guruku
Ibrahim, Musa, Daud, Lao Tze Buddha, Zarathustra,
 Socrates, Isa Almasih Serta Muhammad Rasulullah
Tapi hanya di masjid aku berkhidmat
Walau jejak-Nya
Kujumpai di mana-mana.